DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL……………………………………………………... i
DAFTAR ISI…………………………………………………………….... ii
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..
iii
I. PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Masalah……………………………………. 1
B.
Perumusan
Masalah………………………………………… 10
II. PEMBAHASAN
A. Pengaturan Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap
Pelaksanaan Perda APBD...................................................... 11
B.
Implementasi
Fungsi Pengawasan DPRD Terhadap
Perda
APBD................................................................... 14
III. PENUTUP
A. Kesimpulan………………………………………………….. 17
B. Saran…………………………………………………………
18
I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam mewujudkan pelaksanaan pemerintahan daerah
tentunya harus diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku,
dalam hal ini adalah Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan
Daerah. Dalam
menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan daerah adalah lembaga pemerintahan
daerah dalam hal ini pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Hubungan antara pemerintah daerah dan DPRD merupakan hubungan kerja yang
kedudukannya setara dan bersifat kemitraan, artinya bahwa diantara lembaga
pemerintahan daerah tersebut memiliki kedudukan yang sama atau sejajar dan
tidak saling membawahi.
Adapun tujuan dibentuknya
Undang-Undang pemerintahan daerah ini adalah agar daerah dapat secara mandiri
menyelenggarakan pemerintahan daerah dalam mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dalam system dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang–Undang Dasar Negara
Republik Indonessia Tahun 1945 Pasal
18 ayat (1) Negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah
provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kebupaten dan kota, yang tiap-tiap
provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur
dengan undang-undang. Pasal 18 ayat (2) pemernitahan daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka:
(2) Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati,
atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
(4) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
(10) Peaturan daerah selanjutnya disebut Perda
adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
(14) Anggaran pendapatan dan belanja daerah
selanjutnya disebut APBD, adalah rencana tahunan pemerintahan daerah yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Dari ketentuan Pasal
tersebut diatas pemerintahan daerah terdiri dari pemerintah daerah adalah
Gubernur, Bupati, atau Walikota dan perangkat daerah serta DPRD menurut asas
otonomi dan tugas pembantuan dengan
prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Republik
Indonesia Tahun 1945.
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 120 ayat (1) dan (2) menyatakan bahwa:
(1) Perangkat daerah provinsi
terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga
teknis daerah.
(2) Perangkat daerah kabupaten/kota
terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis
daerah, kecamatan, dan kelurahan.
Pemerintah daerah dikenal dengan adanya perangkat
daerah dimana perangkat daerah provinsi terdiri atas sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, dan lembaga
teknis. Sedangkan untuk daerah kabupaten/kota perangkat daerahnya terdiri atas
sekretariat daerah, sekretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis daerah,
kecamatan dan kelurahan. Dimana setiap perangkat daerah tersebut mempunyai
hubungan yang sangat erat dan merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan
dalam penyelenggaraan atau pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah yang
tentunya harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa DPRD merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selanjutnya dalam Pasal
41 DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi DPRD
dipertegas dalam Pasal 42 ayat (1) mengenai tugas dan wewenang menegaskan
bahwa:
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala
daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang
APBD bersama dengan kepala daerah;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD,
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan
kerja sama internasional di daerah;
Dari ketentuan Pasal 41 dan 42
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah tersebut diatas, DPRD
mempunyai fungsi salah satunya adalah pengawasan. Dalam hal pengawasan, DPRD melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah
daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama
internasional di daerah.
Kegiatan pengawasan bukanlah
tujuan dari suatu kegiatan pemerintah, akan tetapi sebagai salah satu sarana
untuk menjamin tercapainya tujuan pelaksanaan suatu perbuatan atau kegiatan.
Dalam hukum tata negara dan hukum pemerintahan berarti untuk menjamin segala
sikap tindak lembaga-lembaga kenegaraan dan lembaga-lembaga pemerintahan (Badan
dan Pejabat Tata usaha Negara) berjalan sesuai dengan hukum yang berlaku.
Perbuatan tercela yang
dilakukan oleh aparat pemerintah tendensinya akan menimbulkan kerugian bagi
pihak yang terkena perbuatan tersebut. Demi keadilan perbuatan yang demikian
ini pasti tidak dikehendaki adanya. Menyadari hal ini, Negara selalu akan
berusaha untuk mengendalikan aparatnya jangan sampai melakukan perbuatan yang
tercela ini. Sehubungan dengan ini, diadakanlah suatu sistem pengawasan (control system) terhadap perbuatan
aparat pemerintahan dengan tujuan untuk menghindari terjadinya perbuatan yang merugikan masyarakat, setidaknya menekan seminimal
mungkin terjadinya perbuatan tersebut.
Mengenai Angaran Pendapatan dan Belanja Derah
diatur di dalam Pasal 179 Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa
APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1 (satu) tahun anggaran
terhitung mulai 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. Di dalam Pasal 181 ayat (1) Kepala daerah mengajukan rancangan
Perda tentang APBD disertai penjelasan dan dokumen-dokumen pendukungnya kepada
DPRD untuk memperoleh persetujuan bersama. Pertanggungjawaban
Pelaksanaan APBD terdapat pada Pasal 184 ayat (1) Kepala daerah menyampaikan
rancangan Perda tentang pertanggung jawaban pelaksanaan APBD kepada DPRD berupa
laporan keuangan yang telah diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan paling lambat
6 (enam) bulan setelah tahun anggaran berakhir.
Dalam menjalankan Perda, kepala daerah membuat
peraturan kepala daerah terdapat dalam Pasa1
190 berbunyi Peraturan kepala
daerah tentang Penjabaran APBD dan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran
Perubahan APBD dijadikan dasar penetapan dokumen pelaksanaan anggaran satuan
kerja perangkat daerah. dipertegas di dalam Pasa1 146 ayat (1) Untuk
melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan perundangundangan, kepala daerah
menetapkan peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah. Dan ayat (2)
Peraturan kepala daerah dan atau keputusan kepala daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilarang bertentangan dengan
kepentingan umum, Perda, dan peraturan perundang undangan yang lebih tinggi.
Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dalam rangka meningkatkan peran dan tanggung jawab lembaga
perwakilan daerah untuk mengembangkan
kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat dan daerah dalam melaksanakan
tugas dan wewenang lembaga, serta mengembangkan mekanisme checks and balances antara lembaga
legislatif dan eksekutif, serta meningkatkan kualitas, produktivitas, dan
kinerja.
Menurut Irfan Fachrudin:
Pelaksanaan pengawasan
terhadap pemerintah, dapat ditentukan oleh beberapa teori konsekuensi
pengawasan yang berpeluang dapat menjelaskan penyebab keberhasilan dan
kegagalan atau efektivitas suatu sistem
pengawasan. Pertama; teori kekuatan
yuridis. Kedua; teori tipe
pengawasan. Dikenal dua tipe pengawasan yang paling menonjol, (a) pengawasan
represif, oleh A. Dunsire diartikan sebagai pengawasan yang menggunakan cara
memaksa dan mengancam dengan sanksi untuk mencapai tujuannya; dan (b)
pengawasan normatif, pengawasan ini oleh A. Etzioni dimaksudkan sebagai
pengawasan yang menggunakan cara sinkronisasi pemahaman nilai-nilai dan tujuan.
Ketiga; teori otoritas pengawasan,
yang mencakup: (a) keabsahan (legitimiteit), pengawasan dilakukan oleh badan
yang diakui berwenang; (b) pengawasan dilakukan oleh suatu keahlian
(deskundigheid), (c) pengawasan yang mendapat kepercayaan (geloof), dan (d)
kesadaran hukum (rechsbewustzijn). Keempat;
teori komunikasi, yaitu proses penyampaian dan penerimaan pesan atau
lambing-lambang yang mengandung arti tertentu. Kelima; teori publisitas, yaitu mempublikasikan masalah kepada
khalayak ramai yang dapat memberi
pengaruh kepada tekanan public akibat dari opini publik (public opinion)
Keenam; teori arogansi kekuasaan.
Fungsi
pengawasan tidak hanya dilaksanakan oleh DPRD tetapi juga dilaksanakan
oleh pemerintah itu sendiri yaitu
didalam Pasal 218 ayat (1) dan (2) Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah yang
berbunyi Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah dilaksanakan oleh Pemerintah yang
meliput: a. Pengawasan atas pelaksanaan-urusan pemerintahan di daerah; b. Pengawasan
terhadap peraturan daerah dan peraturan kepala daerah. Di dalam
ayat (2) berbunyi Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf
a dilaksanakan oleh aparat pengawas intern Pemerintah sesuai petaturan
perundang-undangan.
Dalam sistem pemerintahan di Indonesia pengawasan dapat
dilakukan oleh lembaga-lembaga diluar organ pemerintahan yang diawasi
(pengawasan eksternal) dan dapat pula dilakukan oleh lembaga-lembaga dalam
lingkungan pemerintahan itu sendiri (pengawasan internal). Pengawasan yang
bersifat eksternal dilakukan oleh lembaga-lembaga Negara seperti Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung dan
lembaga-lembaga peradilan dibawahnya.
Pengawasan eksternal ini juga dilakukan oleh masyarakat, yang dapat
dilakukan oleh orang perorangan, kelompok masyarakat, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) dan media massa
(pers). Dalam pengawasan internal, pengawasan dapat dilakukan oleh
lembaga-lembaga yang dibuat khusus oleh pemerintah seperti Badan pengawasan
keuangan dan pembangunan (BPKP), pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen, Badan
Pengawas Daaerah (Bawasda). Pengawasan
internal dalam lingkungan pemerintah juga dilakukan oleh atasan langsung
pejabat/badan tata usaha Negara. Pengawasan ini sering juga dinamakan
pengawasan melekat (Waskat).
Dilihat dari sifatnya, pengawasan pemerintah ada
yang bersifat preventif dan yang bersifat represif. Pengawasan yang bersifat
preventif adalah pengawasan yang ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan
atau sikap tindak pemerintah yang melanggarhukum, baik hukum tertulis maupun
tidak tertulis. Sedangkan pengawasan yang bersifat represif adalah pengawasan
yang dilakukan untuk menindak perbuatan pemerintah yang sudah dilakukan dengan
cara melanggar hukum. Pengawasan represif ini pada dasarnya adalah suatu
tindakan penegakkan hukum.
Di dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 1 angka:
1. Pemeriksaan
adalah proses identifikasi masalah, analisis, dan evaluasi yang dilakukan
secara independen, obyektif, dan profesional berdasarkan standar pemeriksaan,
untuk menilai kebenaran, kecermatan, kredibilitas, dan keandalan informasi
mengenai pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.
2. Badan Pemeriksa Keuangan, yang selanjutnya disebut
BPK, adalah Badan Pemeriksa Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara Pemerintahan Daerah yaitu:
Pasal 43
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan
fungsinya dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan urusan
Pemerintahan Daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Tindak
Lanjut Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 1 angka:
5. Pengawasan DPRD adalah
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah provinsi/kabupaten/kota.
9. Fungsi
Pengawasan DPRD adalah pengawasan terhadap Pemerintah Daerah yang bersifat
pengawasan kebijakan dan bukan pengawasan teknis.
Di dalam
Pasal 298 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah menegaskan bahwa:
(1) DPRD provinsi mempunyai
hak:
a.
interpelasi;
b.
angket; dan
c.
menyatakan pendapat.
(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah hak DPRD provinsi untuk melakukan penyelidikan terhadap
kebijakan pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Mekanisme pengaturan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan Perda APBD tidak hanya
dilakukan oleh DPRD tetapi fungsi pengawasan tersebut juga dilakukan oleh pemerintah itu sendiri yaitu didalam Pasal 218 ayat (1) dan (2)
Undang-Undang 32 Tahun 2004
Tentang Pemerintahan Daerah yang berbunyi Pengawasan atas
penyelenggaraan
pemerintahan daerah dilaksanakan
oleh
Pemerintah yang meliputi: a. Pengawasan atas
pelaksanaan-urusan pemerintahan di daerah; b. Pengawasan terhadap peraturan
daerah dan peraturan kepala daerah. Di dalam ayat (2) berbunyi Pengawasan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan oleh aparat pengawas
intern Pemerintah sesuai petaturan perundang-undangan.
Fungsi pengawasan DPRD seharusnya memberikan suatu tujuan tercapainya
pemerintahan yang baik dan berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Kepala daerah untuk melaksanakan Perda dan atas kuasa peraturan
perundangundangan, kepala daerah menetapkan peraturan kepala daerah dan atau
keputusan kepala daerah. DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasannya jika ada
suatu peraturan kepala daerah yang bertentangan dengan Perda, DPRD tidak
mempunyai kewenangan untuk mencabut atau membatalkan peraturan kepala daerah
tersebut. dengan kata lain fungsi pengawasan tidak didukung dengan tindakan penegakan
hukum. Seharusnya fungsi pengawasan DPRD juga harus bersifat pengawasan
represif, sebagai pengawasan yang menggunakan cara memaksa dan mengancam dengan
sanksi untuk mencapai tujuannya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang masalah tersebut dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.
Bagaimana pengaturan fungsi
pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan Perda APBD?
2.
Bagaimana Implementasi fungsi
pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah dalam pelaksanaan Perda APBD?
II. PEMBAHASAN
A. Pengaturan fungsi
pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan Perda APBD
Di dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 1 angka:
(2) Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan
urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan
tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
(3) Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati,
atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
(4) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
selanjutnya disebut DPRD adalah lembaga perwakilan rakyat daerah sebagai unsur
penyelenggara pemerintahan daerah.
(10) Peaturan daerah selanjutnya disebut Perda
adalah peraturan daerah provinsi dan/atau peraturan daerah kabupaten/kota.
(14) Anggaran pendapatan dan belanja daerah
selanjutnya disebut APBD, adalah rencana tahunan pemerintahan daerah yang
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah ditegaskan bahwa DPRD merupakan lembaga
perwakilan rakyat daerah dan berkedudukan sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. Selanjutnya dalam Pasal
41 DPRD memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Fungsi DPRD
dipertegas dalam Pasal 42 ayat (1) mengenai tugas dan wewenang menegaskan
bahwa:
a. membentuk Perda yang dibahas dengan kepala
daerah untuk mendapat persetujuan bersama;
b. membahas dan menyetujui rancangan Perda tentang
APBD bersama dengan kepala daerah;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan
Perda dan peraturan perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD,
kebijakan pemerintah daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan
kerja sama internasional di daerah;
Dari ketentuan Pasal 41 dan 42
Undang-Undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah tersebut diatas, DPRD
mempunyai fungsi salah satunya adalah pengawasan. Dalam hal pengawasan, DPRD melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda dan peraturan
perundang-undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD, kebijakan pemerintah
daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerja sama
internasional di daerah.
Di dalam Pasal 43 Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 Tentang Pedoman
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggara Pemerintahan Daerah menyatakan bahwa “Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan
fungsinya dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan urusan
Pemerintahan Daerah di dalam wilayah kerjanya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan”.
Di dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2010 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Terhadap Tindak
Lanjut Hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan Pasal 1 angka:
5. Pengawasan DPRD adalah
pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan
belanja daerah provinsi/kabupaten/kota.
9. Fungsi
Pengawasan DPRD adalah pengawasan terhadap Pemerintah Daerah yang bersifat
pengawasan kebijakan dan bukan pengawasan teknis.
Pasal 292 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menegaskan bahwa:
(1) DPRD provinsi mempunyai fungsi:
a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
(2) Ketiga fungsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijalankan dalam kerangka
representasi rakyat di provinsi.
Di dalam
Pasal 298 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah menegaskan bahwa:
(1) DPRD provinsi mempunyai
hak:
a.
interpelasi;
b.
angket; dan
c.
menyatakan pendapat.
(3) Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b adalah hak DPRD provinsi untuk melakukan penyelidikan terhadap
kebijakan pemerintah provinsi yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan masyarakat, daerah, dan negara yang diduga bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundangundangan.
Pasal 293 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah menegaskan bahwa:
(1) DPRD provinsi mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk
peraturan daerah provinsi bersama gubernur;
b. membahas dan memberikan
persetujuan rancangan peraturan daerah mengenai anggaran pendapatan dan belanja
daerah provinsi yang diajukan oleh gubernur;
c. melaksanakan pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan anggaran pendapatan dan belanja
daerah provinsi;
B. Implementasi fungsi
pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan Perda APBD
Pengawasan
merupakan tugas dan wewenang DPRD yang bersifat politisi (terhadap kebijakan)
dan bukan merupakan pemeriksaan, sedangkan pemeriksaan merupakan fungsi
dan tugas aparat pengawasan fungsional pemerintah. Dalam pengawasan pengelolaan keuangan daerah DPRD memiliki kendala dan keterbatasan sumber daya manusia yang ahli dalam hal itu, kondisi itu menjadi hal yang sangat memprihatinkan apabila
dewan keliru dalam memberikan penilaan terhadap kinerja eksekutif apalagi
menyangkut pengelolaan keuangan daerah yang sangat rentan terhadap penyelewengan. Badan pengawas keuangan dan pembangunan (BPKP) dan Badan Pengawas Daerah (Bawasda) yang merupakan lembaga intern yang membantu DPRD dalam Pemeriksaan keuangan daerah. Peran kedua lembaga intern ini untuk mengantisipasi kelemahan ataupun kendala-kendala yang ada dalam pengawasan yang dilakukan oleh DPRD. Pengawasan yang
dilakukan pemerintah pusat hanya menekankan pada aspek pengawasan
represif guna lebih memberi kebebasan kepada daerah otonom dalam mengambil keputusan, sehingga peran legeslatif daerah dalam melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap pelaksanaan pemerintah daerah dapat berjalan dengan baik. Fungsi pengawasan dalam pemerintahan sangat
diperlukan karena dengan adanya pengawasan akan terciptanya suatu usaha
untuk menjamin keserasian dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan antara
pusat dan daerah selain itu juga untuk menjamin pemerintahan yang berdaya guna dan
berhasil guna. Dalam melaksanakan fungsi pengawasan terhadap APBD, DPRD
dapat melakukan pengawasan preventif yaitu ketika penyusunan
Rencana Anggaran Pendapatan Daerah (RAPBD) dan pengawasan represif yaitu
ketika pertanggungjawaban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban keuangan daerah prosedur
pengelolaan keuangan daerah ditetapkan kepala daerah sesuai Perda dan kepala
daerah mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan daerah kepada dewan.
Partisipasi masyarakat
tersebut dapat dilihat pada saat Perumusan APBD yakni melalui perwakilan
tokoh-tokoh masyarakat atau ketua ormas maupun LSM lainya dan partisipasi pada
saat Proses penganggaran yakni melalui system hearing dimana DPRD lebih
pro aktif untuk mengundang publik bila ada proyekproyek yang akan dibangun. APBD
adalah dokumen publik artinya publik dalam hal ini masyarakat berhak mempengaruhinya
melalui DPRD, meski tidak terlibat dalam Tim Teknis Anggaran. Pengaruh publik
tersebut tidak saja membuat pemerintah dan DPRD bisa memperoleh masukan dari
masyarakat, namun merupakan bentuk keseriusan dari pemerintah dan DPRD dalam
melaksankan akuntabilitas publik, transparansi anggaran sekaligus menjadi suatu
uji publik. Bentuk konsultasi yang dilakukan publik terhadap draft perencanaan
dan pemanfaatan APBD bukan untuk mewujudkan penyetujuaan melainkan lebih
mengarah dan mempengaruhi pada keputusan pengambil kebijakan. Sistem pengawasan
sangat menentukan kemandiriaan satuan otonomi. Agar tidak melemahkan otonomi
maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik, baik lingkup maupun tata
cara pelaksanaannya.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Paradigma
pengawasan politik telah mengakibatkan fungsi pengawasan yang sesungguhnya
terabaikan, sehingga hasil pengawasan kurang memberikan manfaat bagi
pengelolaan pemerintahan daerah. Pengawasan yang dilakukan, belum memberikan
umpan balik (feed back) yang substansial bagi pengelolaan pemerintahan
daerah, Pengawasan belum mampu untuk m€encegah terjadinya penyimpangan dan melakukan koreksi perbaikan. Saluran melalui para wakilnya tidak mampu
masuk dan menembus gedung parlemen. Sementara
keberanian masyarakat untuk langsung menyarakan haknya ke pemerintahan masih
belum muncul karena takut atau apatis. Hak
masyarakat untuk mengawasi belum sepenuhnya diberikan atau dijamin oleh negara,
sementara DPRD sebagai wakil rakyat, belum optimal mengkoordinasikan serta
menyalurkan hak-hak pengawasan
masyarakat.
Pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan peraturan
daerah terdapat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 pasal 42 huruf c Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004
menyatakan bahwa: Tugas dan wewenang DPRD melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang-undangan lainya peraturan Kepala Daerah, APBD, Kebijakan
Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah dan kerjasama
Internasional di daerah. Tanpa dirinci lebih lanjut tentang batas kewenangan
serta cara pengawasan. Akibatnya masing-masing DPRD menjabarkan fungsi
pengawasan sesuai dengan apa yang diinginkanya. Adanya tumpang tindih terhadap
kegiatan pengawasan siapa yang seharusnya disebut aparat pengawasan didaerah?
adanya BPK ini dikenal sebagai pemeriksaan ekstren. Lalu ada pula yang dikenal
dengan lembaga pemeriksaan intern yaitu BPKP dengan kewenangannya berdasarkan
Kepres No.31 tahun 1983 yang masuk ke instansi pemerintah bahkan kebadan usaha
milik negaradan daerah. Ada pula Inspektorat Jenderal pada Departemen dan
Inspektorat Wilayah pada Pemerintah Daerah Propinsi dan Inspektorat Daerah
untuk Kabupaten/Kota. Sedangkan menurut , Undang-Undang No32 tahun 2004 adanya
Pengawasan legislatif. Jadi wajarlah instansi pemerintah banyak yang mengeluh
karena terjadinya tumpang tindih.
B. Saran
Pengawasan
dilaksanakan selama ini terkesan sporadis dan reaktif, tanpa program Pengawasan lebih banyak terfokus dan
”terjebak” pada aktivitas pemeriksaan yang berupa kunjungan kerja. Akibatnya, permasalahan masyarakat tak
terselesaikan dan sering tak muncul jalan keluar menuju perbaikan yang
diharapkan oleh masyarakat. Upaya
tindak lanjut itu dapat efektif, jika monitoring terus dilakukan oleh DPRD
secara berkelanjutan. DPRD juga
dapat menggunakan hak angket dan interpelasinya dalam memantau dan mendorong
tindak lanjut hasil pengawasannya.
Dalam rangka penguatan peran DPRD di bidang pengawasan, sebaiknya DPRD
secara institusional melakukan meningkatkan kemampuan dan pengetahuan,
konsepsional dan operasional tentang pengawasan Anggaran dan Pendapatan Belanja
Daerah. Guna memudahkan fungsi pengawasan yang bersifat kebijakan, sebaiknya
DPRD memakai tenaga ahli yang memiliki kemampuan di masing-masing bidang yang
bertugas melakukan pengkajian guna memberikan input. Tenaga ahli ini dapat diambil dari perguruan tinggi
yang memang ahli dibidangnya Dengan menggunakan hasil kajian itu diharapkan
DPRD tidak salah dalam mengambil kebijakan.
Daftar Pustaka
Muhamad
Djumhana, Pengantar Hukum Keuangan Daerah dan Himpunan peraturan
Perundang-undangan di Bidang Keungan Daerah, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2007, hal. 45.
Daftar Pustaka
Pemilihan topik:
Untuk
memilih dan menemukan topik, bisa
dilakukan dengan mempertimbangkan hal
berikut:
1. pengalaman pribadi dan kehidupan sehari-hari
2. media massa
3. kebutuhan memecahkan masalah
Pembuatan
latar belakang permasalahan
Latar belakang masalah menyajikan gambaran yang dapat menjelaskan
mengapa kita melakukan peneltian atau
mengupas tentang suatu fenomena.
Biasanya diuraikan dalam bentuk
deduksi, yaitu dimulai dengan hal yang umum
dan diakhiri dengan pembatasan masalah. Sda dua model yang dapat
digunakan di dalam membuat latar belakang masalah, yaitu :
1. menguraikan adanya kesenjangan antara
kondisi nyata dengan kondisi ideal; Contoh: jika ingin menggambarkan tentang kondisi kartu sehat di Indonesia,
maka dapat digambarkan tentang kondisi nyata masyarakat miskin di Indonesia yang semakin meningkat dan
adanya ketimpangan pelayanan antara masyarakat miskin dan yang kaya ketika
meminta pelayanan kesehatan. Uraian ini kemudian dibandingkan dengan norma atau
aturan yang berlaku umum, yaitu hak warga negara untuk memperoleh pelayanan kesehatan tanpa
pandang bulu, serta kebijakan pemerintah di bidang kesehatan.
2. menggambarkan perkembangan teori atau
suatu kondisi obbjektif tanpa membandingkannya dengan kondisi normatif. Misalnya masih tentang kondisi kartu sehat di
Indonesia, kita hanya mennggambarkan karakteristik suatu gejala secara lebih
rinci. Misalnya jumlah orang miskin yang semakin meningkat, serta pelayanan
yang buruk dalam bidang kesehatan, tanpa
membandingkannya dengan norma atau aturan yang berlaku umum, yaitu hak warga
negara untuk memperoleh pelayanan
kesehatan tanpa pandang bulu, serta kebijakan pemerintah di bidang kesehatan.
Pada bagian ini, kita dapat memberikan
gambaran kondisi objektif dengan menggunakan alat bantu 5W dan 1H, yaitu:
What;
yaitu: apa yang sedang terjadi
Who;
siapa yang mengalaminya
When;
kapan terjadinya
Where; dimana terjadinya
How:
Bagaimana terjadinya
Kelima alat bantu tersebut kita susun
sebagai satu rangkaian cerita yang tidak
terpisah
Latar Belakang Masalah:
Dalam pengertian sehari-hari yang
dimaksud dengan “masalah” adalah suatu hambatan yang dialami dan membutuhkan
pemecahan dengan cara yang benar dan tepat. Beberapa orang juga mengatakan bahwa masalah merupakan
kesenjangan antara kondisi yang diharapkan dan kenyataan yang dihadapi.
Kita lihat contoh sederhana berikut ini. Pada awalnya manusia merasa kesulitan untuk
bisa menghitung angka hingga sejuta. Dan berdasar kesulitan yang dihadapi,
manusia mulai menciptakan alat untuk membantu menghitung. Lahirlah sebuah alat yang disebut
kalkulator. Seiring kemajuan jaman, dan semakin besarnya nilai nominal uang,
maka kemampuan kalkulator tidak lagi bisa membantu manusia ketika jumlah yang
dihitung mencapai milyaran atau bahkan triliunan. Dari kesulitan itulah
akhirnya manusia mencipatakan alat yang lebih canggih yaitu komputer. Sekali
lagi masalah yang dihadapi manusia pada akhirnya membawa kemajuan bagi manusia
dengan diciptakannya alat yang kita kenal dengan komputer. Dengan demikian
“masalah” bagi manusia tidak akan pernah berakhir, namun dengan adanya
“masalah” tersebut maka manusia juga akan selalu berkembang.
Perumusan
Masalah:
Pada dasarnya, perumusan masalah merupakan penggambaran yang tidak terpisahkan
dari paparan yang ada pada latar
belakang permasalahan. Dalam bagian ini
permasalahan sudah lebih terfokus.
Biasanya pada bagian akhir
dimunculkan dalam bentuk kalimat tanya. Contoh tentang kartu sehat tadi,
di bagian ini digambarkan tentang keluhan masyarakat ketika mereka memanfaatkan kartu
sehat. Bagian ini diakhiri dengan pertanyaan “bagaimana pemanfaatan kartu
sehat di puskesmas A?
Kajian pustaka
Kajian pustaka merupakan proses kajian terhadap teori atau hasil studi
terdahulu. Topiknya difokuskan pada
konsep utama yang kita gunakan. Kembali ke contoh kartu sehat, maka fokus kajian pustaka pada teori atau hasil terdahulu tentang
kebijakan di bidang kesehatan dan
pelayanan puskesmas.
Hasil dari kajian ini adalah formulasi
dari konsep yang digunakan, dan teori apa yang tepat digunakan untuk menganalis
fenomena yang kita angkat. Teori dan konsep utama inilah yang nantinya menjadi
landasan berpikir kita dalam menganalisa permasalahan kita.